only hope [ niall horan love story - bahasa indonesia ]


Cast : 

Niall James Horan (fetus 2012) as himself

You as Klarabel Suzetta Grint

***

London, England, Juli 2013

Klara's POV

Oh tidak. Ini sudah hampir menunjukan jam tiga sore tepat tetapi mata kuliah International Politics belum juga berakhir. Dengan gelisah aku melirik jam tanganku memastikan bahwa aku tidak akan lagi terlambat bekerja.

"Okay, class. See you in the next week."

Akhirnya, waktu yang kutunggu tiba. Setelah mengucapkan terima kasih kepada Mr. Andrew aku langsung berlari keluar kelas menuju parkiran sepeda. Jam menunjukan pukul tiga limabelas. Itu tandanya aku masih mempunyai sepuluh menit kesempatan untuk sampai lima menit lebih awal ditempat kerjaku. Akupun mengayuh sepedaku secepat mungkin berharap aku tiba tepat waktu.

Hi. Namaku Klarabel Suzetta Grint. Panggil saja Klara. Umurku akan menginjak 19 tahun dan sekarang aku sedang duduk dibangku kuliah semester empat. Selain berkuliah aku juga bekerja paruh waktu sebagai seorang tukang cuci piring disalah satu restoran makanan yang tidak jauh dari kampusku.

Kau tahu, hidup sebatang kara sebagai yatim piatu adalah hal yang paling sulit. Untung saja bibiku (adik dari ayah) mau berbaik hati menampungku sejak aku berusia 7 tahun.

Sudah dua tahun aku menjalani pekerjaan sebagai seorang tukang cuci piring. Gajinya lumayan. Bisa untuk menghidupi diriku sendiri serta membantu menambah uang bulanan bibi Jenna. Untuk kalian yang sekarang masih mempunyai orang tua yang lengkap, kalian harus banyak bersyukur. Karena hidup seorang diri tanpa orang tua itu tidaklah mudah.

Aku memarkirkan sepedaku tepat disamping pintu masuk belakang restoran. Untung saja sore hari ini jalanan tidak begitu ramai sehingga aku bisa lebih cepat sampai.

"Hey, Niall." sapaku kepada Niall yang sedang menggoreng ayam.

"Hey, Kla."

Niall adalah satu-satunya teman dekatku sejak aku masuk ke restoran ini. Untungnya umur kami tidak jauh berbeda, hanya terpaut satu tahun saja. Aku segera menuju lokerku untuk menyimpan tas serta merapikan rambutku yang tergerai menjadi kuncir kuda.

Setelah merasa sudah rapi aku kemudian menuju tempat cuci piring. Terlihat piring-piring kotor itu sudah menumpuk menungguku untuk membersihkan mereka.

"Tidak terlambat, huh?" tanya Niall saat ia menyimpan sayuran didalam chiller.

"Yeah. Kupikir hari ini aku akan terlambat lagi. Dosenku terlalu banyak bicara padahal seharusnya kelas berakhir pukul dua empat puluh."

"Tak apalah. Biar kau semakin pintar. Mana tahukan setelah lulus dari kuliah kau jadi perdana menteri." ucapnya dengan nada yang bercanda.

"Perdana menteri apanya."

"Haha. Bercanda Kla."

"Ya. Terserah kau saja Ni." sahutku pada Niall seraya mencuci piring-piring kotor dihadapanku.

"3 porsi mac and cheese untuk meja nomor lima, please." suara teriakan Leroy dari arah jendela panjang kecil menggema didapur.

"Okay. Thank you Leroy." dengan sigap Niall menyiapkan bahan-bahan sesuai dengan menu dipesan oleh pelanggan kami.

Oh iya, selain berwajah tampan, Niall ini adalah koki kepercayaan restoran kami, loh. Melihatnya sedang sibuk dengan berbagai macam bahan dapur, membuatnya semakin seksi.

Tidak munafik bahwa Niall memang mempunyai visual yang tampan. Saat pertama kali melihatnya saja aku terpesona. Selain itu sifatnya yang easy going membuatku nyaman berteman dengannya. Menyukainya? Yaa.. Kurasa sedikit. Hehehe.

"Umm.. Klara."

"Ya?" ucapku tanpa mengalihkan pandanganku kepada Niall.

"Setelah bekerja, mau pulang bersama tidak?"

Aku menghentikan aktivitasku menggosok piring lalu melihat kearah Niall. "Bukannya setiap malam kita selalu bersama ya, Ni?" tanyaku bingung.

"I-iya. Tapi.."

"Apa sepedamu rusak? Tenang saja. Kau bisa memboncengku nanti menggunakan sepedaku."

Niall menggeleng. "Bukan itu. Aku ingin mengajakmu kesuatu tempat."

Aku mengerjapkan mataku duakali. Seriously?

"Kuanggap itu jawaban iya. Kutunggu selepas pulang nanti."

Niall berlalu meninggalkanku dengan wajah penuh tanda tanya. Sebenarnya apa yang sedang ia rencanakan?

Jam bulat yang ditempel didinding menunjukan pukul sembilan empat lima. Sudah waktunya closing dan bersih-bersih dapur seperti biasa. Setelah semuanya dirasa sudah bersih dan masing-masing pegawai menuliskan list-to-do untuk besok, aku dan pegawai dapur lain kembali ke loker kami untuk bersiap-siap pulang.

"Kau tidak lupa dengan rencana kita kan, Kla?"

For the god shake. Niall mengagetkanku dengan muncul tiba-tiba disampingku pada saat aku sedang melepaskan kunci pengaman sepeda.

"Ya Tuhan Niall. Sejak kapan kau berdiri disini? Aku hampir jantungan, tahu." omelku padanya. Ia hanya terkekeh lalu mengusap tengkuknya.

"Maaf. Aku takut kau lupa, jadi kuputuskan untuk menunggumu." ujarnya dengan memamerkan deretan gigi putihnya yang dipagari oleh kawat gigi.

Dan sekarang disinilah kami berdua. Disuatu rooftop sebuah gedung tinggi yang tidak lagi berpenghuni. Dari atas sini dapat kulihat indahya kelap kelip cahaya lampu kota London dan beberapa kendaraan yang lewat. Aku dan Niall duduk diatas tepatnya ditepi gedung.

Suara lonceng big ben yang seakan memberitahu masyarakatnya jika sudah tengah malam berbunyi keras disambut dengan angin malam yang berhembus. Aku tidak tahu alasan apa Niall membawaku kesini. Jangan jangan dia ingin membunuhku.

Angin mulai berhembus dengan cukup kencang hingga aku mengeratkan jaket jeansku.

"Ini pakai jaketku." Niall melepaskan jaket tebalnya dan menyodorkannya padaku. Si pirang bodoh ini. Angin kencang seperti ini dia malah membuka penghangat badannya.

"Aw. Sakit Kla." katanya mengaduh saat aku menjitak jidatnya.

"Pakai saja bodoh. Disini dingin sekali. Lagian, kenapa juga kau membawaku kesini? Tengah malam pula."

Kudengar Niall menghembuskan napas kecil. "Karena aku merindukan adik perempuanku."

Aku mengangkat sebelah alisku. "Huh?"

"Dia," Niall memberi jeda pada kalimatnya. "Dia sudah tidak ada lagi didunia ini, Kla. And miss her so much." ucap Niall lalu mendongak kearah langit London yang dipenuhi dengan bintang-bintang.

Tunggu, jadi selama ini Niall mempunyai adik perempuan? Woah. Yang kutahu Niall hanya mempunyai seorang saudara laki-laki yang bernama Greg. Dan aku pernah bertemu dengannya satu kali waktu ia mengunjungi Niall di London. Ya, karna Niall asalnya dari Irlandia dan dia merantau kesini.

"Kau mengingatkanku dengan sosok Kenia, Kla. Caramu berbicara, caramu bersikap, entah kenapa itu semua mengingatkanku pada Keni. Dan kalian juga seumuran."

Aku mengusap punggung Niall. "I'm sorry about your lil sister, Niall. Kalau aku boleh bertanya, apa penyebab kematian Kenia?" tanyaku dengan hati-hati.

Niall tampak menerawang ingatannya. "Dia korban tabrak lari waktu ia berusia 11 tahun. Dan kenapa aku membawamu kesini, karena ini adalah tempat dimana aku, Greg dan Kenia menghabiskan waktu bermain kami. Cukup mengerikan bukan untuk anak kecil seusia Kenia bermain di atas rooftop?" ucap Niall dengan tertawa kecil diakhir kalimatnya.

Aku tersenyum pada Niall. "You know what Nayel,"
Niall memandang kearahku. "What?"

"Aku juga sama sepertimu. Umur tujuh tahun aku kehilangan orang tuaku karena kecelakaan tragis pada saat sepulangnya mereka dari perjalanan bisnis. Rasanya seperti dunia tidak berpihak padaku saat itu. Bagaimana bisa, semesta memanggil kedua orang yang sangat kucintai pada masa aku masih membutuhkan mereka." 

Niall membulatkan matanya. "Seriously Klara? Maaf jika ceritaku membuatmu harus mengingat kejadian tidak menyenangkan itu. Aku tidak tahu."

Aku tertawa renyah. "Haha, it's okay Nayel. Aku hanya ingin kau tahu saja, bahwa didunia yang sebesar ini, bukan hanya kau saja yang pernah kehilangan orang yang kau cintai. Lagipula aku yakin, diatas sana Kenia dan kedua orang tuaku sedang memandang kita disini."

Niall kembali mendongak kearah langit.

"Selamat malam Mr dan Mrs. Grint. Aku Niall Horan, sahabat anakmu yang paling cantik. Kalian beruntung mempunyai anak seperti Klara. Dia adalah calon perdana menteri kita." ucap Niall seraya melambaikan tangannya keatas langit seolah-olah sedang berkomunikasi dengan kedua orangtuaku.

Aku memukul pundaknya pelan lalu melakukan hal yang sama kepada Kenia diatas sana. "Selamat malam Kenia. Kata Niall kita seumuran, kau pasti sangat cantik dan sudah menjadi bidadari diatas sana. Sampaikan salamku kepada ayah dan ibuku ya jika kau bertemu dengannya."

Aku dan Niall lalu menertawakan apa yang barusan tadi kami lakukan. Kemudian kami berdua terdiam. Hening menyelemuti kami.

Kenapa begitu nyaman saat aku berada didekat Niall? Kepribadiannya yang hangat bak saudara lelaki membuatku merasa aku mempunyai seorang kakak. Melihatnya tersenyum membuat jantungku berdebar. Eh?

"Klara, apa satu harapan yang pernah terlintas dibenakmu selama kau hidup?" tanya Niall memecahkan keheningan.

"Aku? Umm.. Membuat orang tuaku bangga diatas sana dengan menjadi orang yang sukses." jawabku. "Kalau kau?"

"Aku ingin sekali bertemu Kenia. Walaupun hanya sebentar."

"Kau pasti akan bertemu dengan Kenia, Ni. Namun tidak sekarang. Tuhan sudah mengatur pertemuan kau dan dia di waktu yang tepat.

Aku mengangguk pelan memastikan.

"Aku tidak akan meninggalkanmu, Kla." ucapnya tiba-tiba.

Aku menatap mata Niall lekat-lekat. Angin kembali berhembus dan kurasakan hembusannya semakin kencang. Niall yang peka dengan pergerakanku mulai membantuku berdiri.

"Ayo kita pulang. Ini sudah larut. Akan kuiringi kau sampai rumah."

🥀🥀🥀

Mullingar, Irlandia, September 2020

Author's POV

"Hey, Niall." sapa seorang wanita berparas cantik yang baru saja datang dengan sebuket bunga lili putih ditangannya.

Wanita itu kemudian berjongkok lalu mengusap batu nisan berwarna hitam marmer dihadapannya dengan sapu tangan yang sengaja ia bawa dari rumah. Setelah itu ia meletakan bunga lili putih segar didepan batu nisan bertuliskan nama seseorang yang pernah ia sukai diam-diam. Niall James Horan.

Klara menatap nisan itu lalu tersenyum miris. "Kau tega sekali, Ni. Katamu kau tak akan meninggalkanku sendiri disini."

Klara mulai terisak pelan saat ia mengingat janji yang Niall katakan padanya pada malam diatas rooftop gedung tujuh tahun lalu. Tidak ia sangka, bahwa malam itu adalah malam terakhir ia dan Niall bersama di bumi.

"Kenapa harus dirimu, Ni? Kenapa?" ucap Klara mulai menangis. "Maafkan aku, aku baru bisa sempat menjengukmu." 

Klara mengusap perlahan air matanya lalu menunjukan kalung berantai putih bermata permata bulat dengan ukiran nama Klara dibelakangnya. "Kau lihat kalung ini, Ni. Aku tetap memakainya walaupun terkadang Harry cemburu melihatnya."

Sebuah kalung cantik yang seharusnya menjadi kado ulang tahun yang dibeli Niall untuk Klara, tidak pernah Niall berikan langsung kepadanya. Kecelakaan setelah membeli kalung tersebut yang dialami Niall saat sedang ingin menyebrang jalan raya menjadi penyebab kematiannya.

Pada saat Klara mendapat telfon dari Leroy bahwa Niall mengalami kecelakaan, ia langsung berlari keluar kelas padahal saat itu ia sedang ujian. Persetan dengan ujiannnya yang ia pikirkan saat itu hanyalah Niall, sahabat sekaligus orang yang dia sukai.

Sampainya di rumah sakit kota, perasaan Klara semakin tidak enak ditambah ia melihat Leroy menangis dipelukan Brian. Tak lama melihat kedatangan Klara, Leroy kemudian memberitahukan berita duka bahwa Niall sudah tiada. Betapa hancurnya Klara pada saat itu. Marah dan kecewa pada semesta membuat wanita bernetra hitam itu menangis sejadi-jadinya.

Apalagi waktu Leroy mengatakan bahwa didalam kantung jaket Niall terdapat sebuah kotak merah beludru serta surat yang ditujukan padanya. Setelah memberitahu keluarga Niall bahwa putra mereka meninggal, mereka memutuskan untuk membawa jenazah Niall ke tempat kelahirnya dan dimakamkan disamping Kenia, adiknya Niall.

Selepas dari kematian Niall, Klara memutuskan untuk keluar dari tempat ia bekerja. Ia tidak sanggup jika harus terus-terusan mengingat Niall. Alhasil setelah ia memutuskan untuk resign, Klara mencoba mencari dan melamar pekerjaan ditempat lain lagi.

"Tak kusangka, ceritamu waktu ingin bertemu Kenia dikabulkan oleh Tuhan dengan sangat cepat. Padahal itu hanya berselang satu hari dan tiga hari sebelum ulang tahunku."

Klara kembali mengusap batu nisan Niall. "Tolong sampaikan salamku kepada Kenia dan kedua orang tuaku. Jaga dirimu disana Niall." Klara menarik napas dalam dalam sebelum melanjutkan kalimatnya. "Selamat ulang tahun, sayangku." ucap Klara lalu mengecup nisan Niall.

Tak lama muncullah seorang pria tampan berambut gelombang dengan seorang anak kecil laki-laki yang berada digendongannya menghampiri Klara. "Apa kau sudah selesai, babe?"

Klara mendongak kearah Harry lalu berdiri mengambil alih Noah dari gendongan Harry. "Noah, berikan salam kepada uncle Niall."

"Hello, uncle Niall. My name is Noah Edward Styles. Nice to meet ya." ucap anak kecil yang bernama Noah tersebut dengan pelafalan khas anak-anak

"Mari kita pulang babe. Kurasa rindu Niall padamu sudah terbayarkan."

Klara tersenyum manis mendengar perkataan suaminya. "Ya."

"Baiklah, Mr. Horan. Aku Harry Edward Styles meminta ijinmu untuk membawa pulang sahabatmu ke hotel karena sebentar lagi hujan akan turun." ujar Harry menatap gundukan tanah dihadapannya.

"Ayo kita pulang, babe."

Klara mengangguk. "Sampai jumpa lagi Niall."

"Goodbye uncle Niall." sahut Noah seraya melambaikan tangannya kearah tempat peristirahatan terakhir Niall.

Perasaan cinta yang tidak akan pernah terutarakan. Begitulah kalimat yang cocok untuk Niall. Belum sempat ia memberikan kado ulang tahun untuk Klara dan menyatakan perasaannya, semesta sudah dulu menyuruhnya untuk pulang.

Kalimat "aku mencintaimu. maukah kau menjadi pacarku?" dibawanya hingga ia sampai pada tempat peristirahatan terakhirnya tanpa bisa mengutarakannya secara langsung. Raganya mungkin sudah tak ada didunia ini, namun percayalah, cinta dan kasih sayang Niall terhadap Klara abadi hingga mereka dipertemukan lagi pada waktu yang tepat.  

🥀🥀🥀

There's a song that's inside of my soul
It's the one that i've tried to write over and over again
I'm awake in the infinate cold
But you sing to me over and over again
So i lay my head back down
And i lift my hands and pray-
To be only yours
I pray to be only yours
I know now your my only hope


Sing to me the song of the stars
Of your galaxy dancing and laughing and laughing again
When it feels like my dreams are so far
Sing to me of the plans that you have for me over again
And i lay my head back down
And i lift my hands and pray
To be only yours
I pray to be only yours
I know now your my only hope
I give you my destiny
I'm giving you all of me
I want your symphony
Singing in all that i am
At the top of my lungs
I'm giving it back


So i lay my head back down
And i lift my hands and pray
To be only yours
I pray to be only yours
I pray to be only yours
I know now your my only hope."

- Switchfoot - Only Hope

🥀🥀🥀


Komentar

Postingan Populer